TUGAS INDIVIDU
MODEL PEMBELAJARAN
MELALUI MEDIA ELEKTRONIK
DI
S
U
S
U
N
OLEH :
NURISTIQAMAH
1349042005
KELAS B
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
NEGERI MAKASSAR
Model Pembelajaran Inovatif (Model
E-Learning)
Pengajar, desain pembelajaran, dan peserta
didik adalah 3 (tiga) hal yang selalu disebut saat kita ingin berbicara tentang
proses pembelajaran. Mengapa demikian ? karena sesungguhnya 3 (tiga) hal
tersebutlah yang menjadi motor dalam pergerakan sebuah roda pembelajaran.
Pengajar disini dapat diartikan
secara luas, apalagi dalam era internetisasi saat ini. Salah satu dampak yang
ditimbulkannya pada dunia pendidikan adalah munculnya metode-metode
pembelajaran secara elektronik (elearning
atau online learning). Hal tersebut
akhirnya berimbas pada cara guru dalam menyampaikan atau membahasakan materi di
kelas, dari yang sebelumnya bertutur atau lisan menjadi tulisan. Namun
demikian, peran guru atau pengajar di kelas tidak dapat tergantikan karena
tidak semua peserta didik mampu belajar dan memahami materi secara mandiri.
Untuk mengatasinya adalah dengan cara memblend
antara metode klasikal dan elektronik (adanya hybrid instruction).
Menurut Gagne, Briggs, & Wager
(dalam Prawiradilaga, 2007) desain pembelajaran membantu proses belajar
seseorang, dimana proses belajar itu sendiri memiliki tahapan segera dan jangka
panjang. Mereka percaya proses belajar terjadi karena adanya kondisi-kondisi
belajar, internal maupun eksternal. Tapi menurut Kemp, Morrison, & Ross
(dalam Prawiradilaga, 2007) esensi disain pembelajaran mengacu pada keempat
komponen inti, yaitu siswa, tujuan pembelajaran, metode, dan penilaian.
Peserta didik adalah semua individu
yang menjadi audiens dalam suatu lingkup pembelajaran. Biasanya penyebutan
peserta didik ini mengikuti skup/ruang lingkup dimana pembelajaran
dilaksanakan, diantaranya : siswa untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah,
mahasiswa untuk jenjang pendidikan tinggi, dan peserta pelatihan untuk diklat.
Peserta didik adalah masukan mentah
(raw input) dalam sebuah proses
pembelajaran yang harus dithreat agar
output dan outcomesnya sesuai dengan yang dicanangkan institusi (khususnya)
dan dunia pendidikan Indonesia pada umumnya. Agar keluarannya dapat beradaptasi
dengan kemajuan zaman, maka sudah sepatutnya materi dan cara pembelajarannyapun
disesuaikan dengan dunia nyata juga. Hal tersebut biasa dikenal dengan model
pembelajaran inovatif.
Penilaianpun juga sudah melakukan
terobosan atau inovasi. Terbukti, saat ini paper
and pen bukanlah satu-satunya cara untuk menilai keberhasilan belajar
peserta didik. Asesmen portofolio, autentik, dan lain-lain adalah sedikit dari
banyak inovasi cara menilai keberhasilan peserta didik yang lebih
menitikberatkan pada proses.
A. Model
Pembelajaran Inovatif
Model pembelajaran inovatif lahir
dari adanya keresahan terhadap cara belajar klasikal. Dimana peserta didik
tidak dapat terlibat aktif dalam hal intelektual maupun fisik. Karena itu,
dirancanglah sebuah model pembelajaran yang bisa mengaktifkan seluruh indera
dan intelektualitas peserta didiknya.
Yang termasuk ke dalam model
pembelajaran inovatif adalah pembelajaran berbasis quantum teaching,
pembelajaran berbasis multiple intelegencies, elearning, active learning,
integrated learning, cooperative learning, pembelajaran berbasis sumber,
konteksual learning, dan masih banyak lagi yang lainnya.
Selanjutnya yang akan dibahas disini
adalah hanya model pembelajaran inovatif berbasis elektronik (elearning) dan contextual learning.
1. Model
Pembelajaran Berbasis Elektronik (Elearning)
a. Pengertian E-Learning
E-learning tersusun dari dua bagian, yaitu ‘e’ yang
merupakan singkatan dari ‘electronica’ dan ‘learning’ yang
berarti ‘pembelajaran’. Jadi e-learning berarti pembelajaran dengan menggunakan
jasa bantuan perangkat elektronika. Jadi dalam pelaksanaannya, e-learning
menggunakan jasa audio, video atau perangkat komputer atau kombinasi dari
ketiganya. Dengan kata lain e-learning adalah pembelajaran yang dalam
pelaksanaannya didukung oleh jasa teknologi seperti telepon, audio, videotape,
transmisi satelite atau komputer.(Tafiardi, 2005). Sejalan dengan itu, Onno W.
Purbo (dalam Amin, 2004) menjelaskan bahwa istilah “e” dalam e-learning adalah
segala teknologi yang digunakan untuk mendukung usaha-usaha pengajaran lewat teknologi
elektronik internet. Internet, satelit, tape audio/video, tv interaktif, dan
CD-ROM adalah sebagian dari media elektronik yang digunakan. Pengajaran boleh
disampaikan pada waktu yang sama (synchronously) ataupun pada waktu yang
berbeda (asynchronously).
Secara lebih singkat William Horton mengemukakan bahwa
(dalam Sembel, 2004) e-learning merupakan kegiatan pembelajaran berbasis web
(yang bisa diakses dari internet). Tidak jauh berbeda dengan itu Brown, 2000
dan Feasey, 2001 (dalam Siahaan, 2002) secara sederhana mengatakan bahwa
e-learning merupakan kegiatan pembelajaran yang memanfaatkan jaringan
(internet, LAN, WAN) sebagai metode penyampaian, interaksi, dan fasilitas yang
didukung oleh berbagai bentuk layanan belajar lainnya.
Selain itu, ada yang menjabarkan pengertian e-learning lebih
luas lagi. Sebenarnya materi e-learning tidak harus didistribusikan
secara on-line baik melalui jaringan lokal maupun internet. Interaksi
dengan menggunakan internetpun bisa dijalankan secara on-line dan real-time
ataupun secara off-line atau archieved. Distribusi secara off-line
menggunakan media CD/DVD pun termasuk pola e-learning. Dalam hal ini aplikasi
dan materi belajar dikembangkan sesuai kebutuhan dan didistribusikan melalui
media CD/DVD, selanjutnya pembelajar dapat memanfatkan CD/DVD tersebut dan
belajar di tempat dimana dia berada (Lukmana, 2006).
b. Karakteristik E-Learning
Karakteristik e-learning ini antara lain adalah:
1)
Memanfaatkan jasa teknologi
elektronik. Guru dan siswa, siswa dan sesama siswa atau guru dan sesama guru
dapat berkomunikasi dengan relatif mudah tanpa dibatasi oleh hal-hal yang
bersifat protokoler.
2)
Memanfaatkan keunggulan komputer (digital
media dan computer networks)
3)
Menggunakan bahan ajar bersifat
mandiri (self learning materials) disimpan di komputer sehingga dapat
diakses oleh guru dan siswa kapan saja dan di mana saja bila yang bersangkutan
memerlukannya
4)
Memanfaatkan jadwal pembelajaran,
kurikulum, hasil kemajuan belajar dan hal-hal yang berkaitan dengan
administrasi pendidikan dapat dilihat setiap saat di komputer.
c.
Syarat-Syarat Penggunaan E-Learning
Menurut Newsletter of ODLQC, 2001
(dalam Siahaan) syarat-syarat kegiatan pembelajaran elektronik (e-learning)
adalah :
1) kegiatan
pembelajaran dilakukan melalui pemanfaatan jaringan dalam hal ini internet.
2) tersedianya
dukungan layanan belajar yang dapat dimanfaatkan oleh peserta belajar, misalnya
CD-ROM atau bahan cetak
3) tersedianya
dukungan layanan tutor yang dapat membantu peserta belajar apabila mengalami
kesulitan
4) adanya lembaga yang
menyelenggarakan/mengelola kegiatan e-learning
5) adanya sikap positif pendidik dan
tenaga kependidikan terhadap teknologi komputer dan internet
6) adanya rancangan sistem pembelajaran
yang dapat dipelajari/diketahui oleh setiap peserta belajar
7) adanya sistem evaluasi terhadap
kemajuan atau perkembangan belajar peserta belajar
8) adanya mekanisme umpan balik yang
dikembangkan oleh lembaga penyelenggara
Berbeda dengan yang telah
diungkapkan di atas, dalam Sembel, 2004, lebih menyoroti dari tenaga-tenaga
ahli yang perlu ada untuk “menghidupkan” sebuah e-learning adalah :
1) Subject Matter Expert (SME), merupakan nara sumber dari
pembelajaran yang disampaikan.
2) Instructional Designer (ID), bertugas untuk secara
sistematis mendesain materi dari SME menjadi materi e-learning dengan
memasukkan metode pengajaran agar materi menjadi lebih interaktif, lebih mudah,
dan lebih menarik untuk dipelajari.
3) Graphic Designer (GD), bertugas untuk mengubah
materi teks menjadi bentuk grafis dengan gambar, warna, dan layout yang
enak dipandang, efektif, dan menarik untuk dipelajari.
4) Learning Management System (LMS), bertugas mengelola sistem di
website yang mengatur lalu lintas interaksi antara instruktur dengan siswa,
antarsiswa dengan siswa lainnya, serta hal lain yang berhubungan dengan
pembelajaran, seperti tugas, nilai, dan peringkat ketercapaian belajar siswa.
Ahli-ahli pendidikan dan ahli internet menyarankan beberapa
hal yang perlu diperhatikan sebelum seseorang memilih internet untuk kegiatan
pembelajaran (Hartanto dan Purbo dalam Tafiardi, 2002) antara lain:
1) Analisis Kebutuhan (Need Analysis).
Dalam tahapan awal, satu hal yang perlu dipertimbangkan adalah apakah memang
memerlukan e-learning. Pertanyaan ini tidak dapat dijawab dengan perkiraan atau
dijawab berdasarkan atas saran orang lain. Setiap lembaga menentukan teknologi
pembelajaran sendiri yang berbeda satu sama lain. Untuk itu perlu diadakan
analisis kebutuhan atau need analysis yang mencakup studi kelayakan baik secara
teknis, ekonomis, maupun sosial.
2) Rancangan Instruksional yang berisi
tentang isi pelajaran, topik, satuan kredit, bahan ajar/kurikulum.
3) Evaluasi yaitu sebelum program
dimulai, ada baiknya dicobakan dengan mengambil beberapa sampel orang yang
dimintai tolong untuk ikut mengevaluasi.
d.
Fungsi E-Learning
Setidaknya ada 3 (tiga) fungsi
pembelajaran elektronik terhadap kegiatan pembelajaran di dalam kelas (classroom
instruction), yaitu (dalam Siahaan, 2002) :
1)
suplemen (tambahan)
Dikatakan berfungsi sebagai
suplemen, apabila peserta didik mempunyai kebebasan memilih, apakah akan
memanfaatkan materi pembelajaran elektronik atau tidak. Dalam hal ini, tidak
ada kewajiban/keharusan bagi peserta didik untuk mengakses materi pembelajaran
elektronik. Sekalipun sifatnya opsional, peserta didik yang memanfaatkannya
tentu akan memiliki tambahan pengetahuan atau wawasan.
2)
komplemen (pelengkap)
Dikatakan berfungsi sebagai
komplemen, apabila materi e-learning diprogramkan untuk melengkapi materi
pembelajaran yang diterima siswa di dalam kelas (Lewis, 2002). Sebagai
komplemen berarti materi e-learning diprogramkan untuk menjadi materi enrichment
(pengayaan) atau remedial bagi peserta didik di dalam mengikuti kegiatan
pembelajaran konvensional.
Sebagai enrichment, apabila
peserta didik dapat dengan cepat menguasai/memahami materi pelajaran yang
disampaikan guru secara tatap muka diberikan kesempatan untuk mengakses materi
e-learning yang memang secara khusus dikembangkan untuk mereka. Tujuannya agar
semakin memantapkan tingkat penguasaan peserta didik terhadap materi pelajaran
yang disajikan guru di kelas.
Sebagai remedial, apabila peserta
didik mengalami kesulitan dalam memahami materi pelajaran yang disampaikan guru
secara tatap muka di kelas. Tujuannya agar peserta didik semakin lebih mudah
memahami materi pelajaran yang disajikan guru di kelas.
3)
substitusi (pengganti)
Tujuan dari e-learning
sebagai pengganti kelas konvensional adalah agar peserta didik dapat secara
fleksibel mengelola kegiatan perkuliahan sesuai dengan waktu dan aktivitas lain
sehari-hari. Ada 3 (tiga) alternatif model kegiatan pembelajaran yang dapat
diikuti peserta didik : (1) sepenuhnya secara tatap muka (konvensional), (2)
sebagian secara tatap muka dan sebagian lagi melalui internet, atau bahkan (3)
sepenuhnya melalui internet.
e.
Manfaat E-Learning
E-learning mempermudah interaksi antara
peserta didik dengan bahan/materi pelajaran. Peserta didik dapat saling berbagi
informasi atau pendapat mengenai berbagai hal yang menyangkut pelajaran atau
kebutuhan pengembangan diri peserta didik. Selain itu, guru dapat menempatkan
bahan-bahan belajar dan tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik di
tempat tertentu di dalam web untuk di akses oleh peserta didik. Sesuai dengan
kebutuhan, guru dapat pula memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
mengakses bahan belajar tertentu maupun soal-soal ujian yang hanya dapat
diakses oleh peserta didik sekali saja dan dalam rentangan waktu tertentu pula
(Website Kudos, 2002, dalam Siahaan).
Secara lebih rinci, manfaat e-learning
dapat dilihat dari 2 (dua) sudut, yaitu dari sudut peserta didik dan guru :
1)
sudut peserta didik
Dengan kegiatan e-learning
dimungkinkan berkembangnya fleksibilitas belajar yang tinggi. Menurut Brown,
2000 (dalam Siahaan) ini dapat mengatasi siswa yang (1) belajar di
sekolah-sekolah kecil di daerah-daerah miskin untuk mengikuti mata pelajaran
tertentu yang tidak dapat diberikan oleh sekolahnya, (2) mengikuti program
pendidikan keluarga di rumah (home schoolers) untuk mempelajari materi
yang tidak dapat diajarkan oleh orang tuanya, seperti bahasa asing dan
ketrampilan di bidang komputer, (3) merasa phobia dengan sekolah atau peserta
didik yang di rawat di rumah sakit maupun di rumah, yang putus sekolah tapi
berminat melanjutkan pendidikannya, maupun peserta didik yang berada di
berbagai daerah atau bahkan yang berada di luar negeri, dan (4) tidak
tertampung di sekolah konvensional untuk mendapatkan pendidikan.
2)
guru
Menurut Soekartawi (dalam Siahaan) beberapa manfaat yang
diperoleh guru adalah bahwa guru dapat : (1) lebih mudah melakukan pemutakhiran
bahan-bahan yang menjadi tanggung jawabnya sesuai dengan tuntutan perkembangan
keilmuan yang terjadi, (2) mengembangkan diri atau melakukan penelitian guna
peningkatan wawasannya karena waktu luang yang dimiliki realtif lebih banyak,
(3) mengontrol kegiatan belajar peserta didik. Bahkan guru juga dapat
mengetahui kapan peserta didiknya belajar, topik apa yang dipelajari, berapa
lama sesuatu topik dipelajari, serta berapa kali topik tertentu dipelajari
ulang, (4) mengecek apakah peserta didik telah mengerjakan soal-soal latihan
setelah mempelajari topik tertentu, dan
(5) memeriksa
jawaban peserta didik dan memberitahukan hasilnya kepada peserta didik.
Dari berbagai pengalaman dan juga dari berbagai informasi
yang tersedia di literatur, memberikan penjelasan tentang manfaat penggunaan
internet, khususnya dalam pendidikan terbuka dan jarak jauh (Soekartawi dalam
Tafiardi, 2002 : 94-95), antara lain dapat disebutkan sbb:
a) Tersedianya fasilitas e-moderating.
Guru dan siswa dapat berkomunikasi secara mudah melalui fasilitas internet
secara regular atau kapan saja kegiatan berkomunikasi itu dilakukan tanpa
dibatasi oleh jarak, tempat dan waktu.
b) Guru dan siswa dapat menggunakan
bahan ajar atau petunjuk belajar yang terstruktur dan terjadwal melalui internet,
sehingga keduanya bisa saling menilai sampai berapa jauh bahan ajar dipelajari.
c) Siswa dapat belajar atau me-review
bahan ajar setiap saat dan di mana saja kalau diperlukan mengingat bahan ajar
tersimpan di komputer.
d) Bila siswamemerlukan tambahan
informasi berkaitan dengan bahan yang dipelajarinya, ia dapat melakukan akses
di internet secara lebih mudah.
e) Baik guru maupun siswa dapat
melakukan diskusi melalui internet yang dapat diikuti dengan jumlah peserta
yang banyak, sehingga menambah ilmu pengetahuan dan wawasan yang lebih luas.
f) Berubahnya peran siswa dari yang
biasanya pasif menjadi aktif
g) Relatif lebih efisien. Misalnya bagi
mereka yang tinggal jauh dari perguruan tinggi atau sekolah konvensional, bagi
mereka yang sibuk bekerja, bagi mereka yang bertugas di kapal, di luar negeri,
dsb-nya.
f.
Kelebihan E-Learning
E-learning dapat dengan cepat
diterima dan kemudian diadopsi adalah karena memiliki kelebihan/keunggulan
sebagai berikut (Effendi, 2005)
1) Pengurangan biaya
2) Fleksibilitas. Dapat belajar kapan
dan dimana saja, selama terhubung dengan internet.
3) Personalisasi. Siswa dapat belajar
sesuai dengan kemampuan belajar mereka.
4) Standarisasi. Dengan e-learning
mengatasi adanya perbedaan yang berasal dari guru, seperti : cara mengajarnya,
materi dan penguasaan materi yang berbeda, sehingga memberikan standar kualitas
yang lebih konsisten.
5) Efektivitas. Suatu studi oleh J.D
Fletcher menunjukkan bahwa tingkat retensi dan aplikasi dari pelajaran melalui
metode e-learning meningkat sebanyak 25 % dibandingkan pelatihan yang
menggunakan cara tradisional
6) Kecepatan. Kecepatan distribusi
materi pelajaran akan meningkat, karena pelajaran tersebut dapat dengan cepat
disampaikan melalui internet.
g.
Keterbatasan E-Learning
Terakhir yang harus diperhatikan masalah yang sering
dihadapi yaitu:
1) Masalah akses untuk bisa
melaksanakan e-learning seperti ketersediaan jaringan internet, listrik,
telepon dan infrastruktur yang lain.
2) Masalah ketersediaan software
(piranti lunak). Bagaimana mengusahakan piranti lunak yang tidak mahal.
3) Masalah dampaknya terhadap kurikulum
yang ada.
4) Masalah skill and knowledge
Walaupun demikian pemanfaatan internet untuk pembelajaran
atau e-learning juga tidak terlepas dari berbagai kekurangan antara lain:
1)
Kurangnya interaksi antara guru dan siswa atau bahkan antar siswa itu sendiri. Kurangnya
interaksi ini bisa memperlambat terbentuknya values dalam proses belajar
dan mengajar.
2)
Kecenderungan mengabaikan aspek akademik atau aspek sosial dan sebaliknya
mendorong tumbuhnya aspek bisnis
3)
Proses belajar dan mengajarnya cenderung ke arah pelatihan bukan pendidikan.
4)
Berubahnya peran guru dari yang semula menguasai teknik pembelajaran
konvensional, kini juga dituntut menguasai teknik pembelajaran yang menggunakan
internet.
5)
Siswa yang tidak mempunyai motivasi belajar tinggi cenderung gagal
6)
Tidak semua tempat tersedia fasilitas internet (mungkin hal ini berkaitan
dengan masalah tersedianya listrik, telepon ataupun komputer).
7)
Kurangnya tenaga yang mengetahui dan memiliki keterampilan bidang internet dan
kurangnya penguasaan bahasa komputer.
h.
Kendala-Kendala
Kendala atau
hambatan dalam penyelenggaraan e-learning, yaitu (Effendi, 2005) :
1) Investasi. Walaupun e-learning pada
akhirnya dapat menghemat biaya pendidikan, akan tetapi memerlukan investasi
yang sangat besar pada
permulaannya.
2)
Budaya. Pemanfaatan e-learning membutuhkan budaya belajar mandiri dan kebiasaan
untuk belajar atau mengikuti pembelajaran melalui komputer.
3)
Teknologi dan infrastruktur. E-learning membutuhkan perangkat komputer,
jaringan handal, dan teknologi yang tepat.
4)
Desain materi. Penyampaian materi melalui e-learning perlu dikemas dalam bentuk
yang learner-centric. Saat ini masih sangat sedikit instructional
designer yang berpengalaman dalam membuat suatu paket pelajaran e-learning
yang memadai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar